Rabu, 11 Mei 2011

IMPLIKASI REVOLUSI BELAJAR TERHADAP REFORMASI PEMBELAJARAN



Oleh : ISTI NURHAYATI, S.Pd.
 (Guru MAN Model Palangka Raya)

A. Pendahuluan
            Proses belajar pada manusia sudah terjadi sejak dahulu kala yaitu sejak manusia pertama berada di muka bumi ini. Belajar dari hal yang paling sederhana lama - lama menuju ke belajar ke hal kompleks. Belajar dari hal yang sedikit  ke hal yang banyak, dari hal konkrit ke hal yang abstrak begitu seterusnya. Karena ketekunan belajar itulah manusia menjadi pintar dan mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan.  Pada hakekatnya semua ilmu yang dipelajarai manusia dari dahulu hinga sekarang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan manusia itu sendiri. Semakin banyak belajar maka akan semakin banyak pula yang belum diketahuinya. Hampir tiap detik ilmu pengethuan selalu berkembang, sehingga membuat keinginantahuan manusia untuk segera menguasai. Tidak berlebihan rasanya apabila dikatakan bahwa manusia adalah satu–satunya makhluk yang paling haus bahkan paling rakus terhadap ilmu. Marilah kita sekilas melihat jauh ke belakang tonggak–tonggak sejarah yang mampu mengubah peradaban manusia;

a.       Keberadaan bumi diketahui sekitar 4,5 milyard tahun lalu
b.      Tanda – tanda kehidupan diperkirakan 3,5 milyard tahun lalu
c.       Species manusia diperkirakan muncul 2 juta tahun lalu
d.      Munculnya manusia modern antara 35–50 ribu tahun lalu
e.       Pertanian diperkirakan sudah ada sejak sekitar 12 ribu tahun lalu
f.       Bajak yang merupakan salah satu alat  pertanian diperkirakan sudah ada sekitar 5 ribu tahun lalu.
g.       Roda diperkirakan ditemukan 5 ribu tahun lalu
h.      Tenaga Uap diperkirakan 250 tahun lalu
i.        Komputer sudah ada sejak 40–50 tahun lalu
            Dengan adanya penemuan–penemuan seperti di atas menunjukkan bahwa manusialah satu–satunya makhluk paling ahli di muka bumi dibanding maklhuk ciptaan Tuhan lainnya. Dalam kemampuan komunikasi  manusia mengalami perubahan yang spetakuler yaitu ;
1.      Kemampuan menulis dimulai sekitar 6 ribu tahun lalu
2.      Penggunaan alfabet sejak sekitar 4 ribu tahun lalu
3.      Percetakan diperkirakan mulai sejak 1040 Masehi
4.      Telepon ditemukan pada 1876
5.      Gambar bergerak sejak 1894
6.      Televisi diperkenalkan sejak 1926
7.      Penemuan transistor 1948
8.      Serat optik ditemukan tahun 1988 dengan kemampuan ;
                          ♣ tahun 1988 dengan kemampuan 3000 pesan sekaligus
                          ♣ tahun 1996 dengan kemampuan 1,5 juta pesan sekaligus
                          ♣ tahun 2000 dengan kemampuan 10 juta pesan sekaligus

Dengan demikian perubahan dalam bidang komunikasi benar–benar sangat pesat bahkan  boleh dibilang luar biasa. Sehingga tidak berlebihan apabila seorang siswa pada jaman sekarang memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan guru–gurunya, karena siswa dapat belajar dari berbagai sumber yang berada di lingkungannya. Pada jaman dahulu sekitar 50 tahun lalu, guru merupakan satu–satunya sumber belajar yang utama. Sekarang guru dituntut untuk lebih giat mencari berbagai pengetahuan yang relevan, baik melaui buku pelajaran, media cetak atau elektronik, internet maupun lingkungan sekitar anak agar tidak ketinggalan pengetahuan sehingga pembelajarannya akan lebih bermakna bagi siswa. Guru juga dituntut menguasai berbagai kemajuan teknologi untuk mengembangkan media pembelajaran sehingga proses belajar mengajar benar–benar efektif .




B. Revolusi Belajar  
            Revolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Belajar dapat diartikan berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar menurut pendapat para ahli adalah suatu perubahan–perubahan perbuatan seseorang sebagai akibat dari mengalami           (Walker , EL). Belajar adalah    kemampuan  untuk  menggantikan   perilaku–perilaku yang  buruk  menjadi baik melalui proses belajar (Leagans , JP). Belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku baik pengetahuan, ketrampilan dan perasaan (Cyril O. Houle). Jadi belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat pengalaman. Perubahan yang mendasar dalam belajar yaitu perubahan dalam diri seseorang yang meliputi;  pemahaman pengetahuan dan konsep, psikomotor, dan sikap. Perubahan itu menjadi lebih baik setelah seseorang mengalami belajar. Jadi Revolusi belajar dapat diartikan perubahan yang cukup mendasar dalam bidang belajar. Terjadinya revolusi belajar ini disebabkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, temuan-temuan baru dalam pendidikan, pandangan-pandangan baru mengenai teori belajar dan tuntutan jaman terhadap mutu pendidikan.
            Proses belajar yang terjadi pada peserta didik tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka skenario pembelajaran perlu dirancang dengan baik dan benar. Dengan merancang terlebih dahulu hal apa saja yang harus dipelajari siswa, maka diharapkan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif. Oleh sebab itu guru harus pandai merancang bahan ajar sebelum disajikan. Hasil rancangan inilah yang sering  dikenal dengan istilah desain pembelajaran.             Pembelajaran efektif ialah pembelajaran yang berhasil guna, mendatangkan hasil yang sangat bermanfaat bagi para siswa. Kata pembelajaran lebih tepat dipakai daripada kata pengajaran karena pembelajaran mengandung arti aktivitas siswa melakukan proses perubahan tingkah laku pada dirinya karena adanya interaksi individu atau dengan lingkungan. Dengan kata pembelajaran yang ditekankan ialah aktivitas siswa yang belajar, guru bertindak sebagai pembimbing, pemotivasi dan selalu mengupayakan agar siswa selalu aktif dan antusias untuk belajar.
            Guru harus selalu inovatif dalam pembelajarannya agar mampu membelajarkan siswa–siswinya dengan baik. Para ahli pendidikan membagi kriteria pengajar sebagai berikut;
            1.    Pengajar yang biasa dalam pembelajarannya; memberitahu.
2.    Pengajar yang baik dalam pembelajarannya; menjelaskan.
3.    Pengajar yang lebih baik dalam pembelajarannya; mendemonstrasikan
4.    Pengajar yang terbaik apabila dalam pembelajarannya; mampu      
       memberikan inspirasi.
            Dalam belajar diharapkan siswa mampu melakukan perubahan perilaku yang meliputi: perubahan pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor), serta sikap   (afektif). Sehingga setelah siswa belajar dapat terjadi perubahan perilaku sekaligus pada ketiga aspek tersebut. Dengan demikian siswa tersebut bisa dikatakan benar – benar telah memiliki sebuah kompetensi.
Sistem belajar saat ini seharusnya tidak memakai model DDDCH (Datang Duduk Diam Catat dan Hapal), siswa tidak lagi sebagai obyek tetapi sudah menjadi subyek dalam belajar. Oleh karena itu peran guru dalam proses pembelajaran harus dikurangi sebagai orang yang ” number one ”  dalam kelas. Hendaknya berperan sebagai fasilitator, motivator dan inspirator bagi siswanya. Memang tidak mudah menjadikan  siswa sebagai subyek dalam proses belajar mengajar. Guru pun juga dituntut untuk mampu memberikan contoh cara belajar yang baik. Kiat–kiat berikut mudah-mudahan mampu mewujudkan perubahan dalam belajar seseorang; Mulailah Anda belajar melalui; apa yang Anda lihat, apa yang Anda dengar, apa yang Anda kecap, apa yang Anda baui, apa yang Anda sentuh, apa yang Anda lakukan, apa yang Anda bayangkan, apa yang Anda intuisikan,  apa yang Anda rasakan.“ Jadi belajarlah dari   hal – hal yang tampak oleh indera maupun yang tidak tampak oleh indera.            
            Apakah seseorang dikatakan berhasil belajarnya dengan baik, apabila hasil belajar orang itu dapat diingat dalam waktu yang cukup lama, benarkah? Kalau hal ini terjadi maka belajar hanya sekedar menghapal apa yang dibaca maupun apa yang dilihat. Apa artinya mampu menghapal banyak kalau tidak tahu maksudnya. Inilah yang disebut verbalisme, hapal kata–katanya, tetapi tidak memahami makna dan maksudnya. Pemahaman secara verbalisme ini banyak kita jumpai pada anak–anak kecil. Semakin anak itu tumbuh besar dan dewasa seharusnya verbalisme semakin sedikit. Tetapi yang terjadi sekarang, walaupun  siswa sudah menduduki sekolah  menengah   verbalismenya masih cukup tinggi. Hal ini terjadi karena cara belajar anak maupun proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah belum sampai pada tingkat pencapaian kompetensi. Antara cara belajar dan hasil belajara seseorang  dapat dilihat ada tabel berikut;

No
Cara belajar
Prosentasi  Penguasaan*
1
2
3
4
5
6
Dari apa yang kita baca
Dari apa yang kita dengar
Dari apa yang kita lihat
Dari apa yang kita lihat dan dengar
Dari apa yang kita katakan
Dari apa yang kita katakan dan lakukan
10 %
20 %
30 %
50 %
70 %
90 %

                        ( *Vernon A.Magnesen.Quantum Teaching)

Dengan demikian kualitas belajar seseorang dikatakan sangat baik apabila penguasaan dari apa yang dipelajarinya mampu mencapai 90% atau lebih. Hal ini hanya mampu dicapai melalui cara belajar yang benar–benar melibatkan secara aktif kemampuan  kognitif, psikomotor, maupun afektif peserta didik dalam proses pembelajaran.

Trend belajar yang diidamkan adalah siswa diharapkan belajar melalui                   mengalami  bukan “menghapaluntuk mencapai kompetensi yang diinginkan, dengan strategi sebagai berikut :
  1. Siswa  harus mengkonstruksi pengetahuan dan kemampuan di benak mereka sendiri
  2. Siswa belajar dari mengalami dengan cara mencatat sendiri pola–pola bermakna dari pengetahuan baru
  3. Pengetahuan tidak dapat dipisah–pisahkan menjadi fakta–fakta atau propisi yang terpisah, tetapi mencerminkan kompetensi yang diterapkan
  4.  Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide
  5. Pengetahuan dan ketrampilan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit) dan sedikit demi sedikit
  6. Tugas guru adalah memfasilitasi agar pengetahuan dan ketrampilan baru bermakna bagi siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri
  7. Penting bagi siswa tahu untuk apa ia belajar, dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan ketrampilan itu
  8. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “ guru akting di depan kelas , siswa menonton  ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.”

Pendidikan bukanlah banyaknya informasi yang dimasukan ke dalam otak, yang berkecamuk dan tidak tercerna .... Kita mesti mampu mengasimilasi, mengintegrasikan berbagai ide agar dapat membangun kehidupan, membangun manusia dan membangun karakter. Apabila kita mampu melakukannya, maka kita telah lebih berpendidikan daripada siapa yang telah menghapal seluruh isi perpustakaan ....(Swami Vivekananda. 1995).
            Pembaharuan dalam bidang pendidikan harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana cara guru mengajar’, bukan dari ketentuan-ketentuan hasil. (Brooks, 1999, hal.3–4). Anak–anak sekarang belajar tidak hanya melalui apa yang diajarkan oleh gurunya di depan kelas, tetapi anak dapat belajar melalui koran, majalah, brosur, radio, televisi, telepon, teman, tetangga, orang tua, internet, dan lain lain. Sumber belajar sudah banyak tersedia di sekitar kita, tinggal kemampuan dan kemamuan kita  untuk mengakses.  




C. Reformasi Pembelajaran
            Pesan yang tertangkap oleh pembelajar dalam pengalaman belajar–mengajar sangat tergantung pada bentuk kegiatan belajar yang dihayatinya.  Pembaharuan dalam bidang pendidikan harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan ‘bagaimana cara guru mengajar’, bukan dari ketentuan-ketentuan hasil. Di Indonesia, kemampuan cara mengajar di depan kelas inilah yang masih kurang dimiliki guru-guru. Padahal materi pelajaran dalam kurikulum yang dipelajari itu di mana-mana sama.
Faktor–faktor yang berpengaruh dalam sistem pembelajaran :       

Instrumen Input (guru, dana , kurikulum dll.)
 
 



Raw Input  (siswa) dengan teori belajar
 
Proses
 
Out put/ lulusan
 
           
    
   
           
Environmental Input                  (Poleksosbud)
 
 




Jadi dapat dilihat bahwa suatu proses pembelajaran sebagai suatu sistem, dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal inilah yang menyebabkan proses pembelajaran dapat berganti dan berubah dari waktu ke waktu.
            Maka proses pembelajaran saat ini seharusnya telah mengalami proses perubahan dalam penyajian di kelas. Pola–pola perubahan secara umum dapat dilihat pada uraian berikut ini ;

a.      Pola pembelajaran yang didasarkan pada teori pembelajaran Perilaku         (Behavioristik) bergeser/berubah pada pola pembelajaran Konstruktivisme.
Teori pembelajaran behaviorisisme ini menekankan pada output pembelajaran dengan adanya perilaku siswa yang lebih baik. Seseorang dilihat hanya dari segi perilakunya, karena apa yang ada ‘ didalam ‘ tidak dapat diukur atau diketahui dengan pasti. Guru masih menekankan pada arahan perilaku dalam proses pendidikan dan pembelajaran, antara lain; disiplin, ketegasan, ketertiban, contoh–contoh, hadiah, seragam, dan lain– lain. Teori pembelajaran Konstruktivisme yang percaya bahwa anak didik mampu mempelajari sendiri pengetahuan dengan cara langsung, sehingga anak sebaiknya diberi pengalaman dan percobaan–percobaan sebanyak– banyaknya. Guru tidak diperkenankan terlalu banyak mencampuri kemampuan siswa tersebut, apalagi dengan menekan siswa secara kaku. Siswa harus diberi kebebasan, supaya dapat menemukan sendiri pengetahuan dan kebenaran yang diinginkan. Diharapkan proses perubahan dari Behaviorisme ke Konstruktivisme akan berjalan secara alami secara perlahan–lahan. Hal ini harus menunggu proses perubahan budaya, kematangan dari masyarakat dan para pendidiknya, lebih–lebih lagi melalui perubahan perilaku, baik masyarakat maupun guru–guru. Mudah–mudahan para guru yang telah lulus sertifikasi memperhatikan hal ini.  
b.      Model ‘proses penyajian pembelajaran di kelas dari yang paling tradisonal ke modern.’
1)       Pola ini dimulai dengan guru sebagai penyaji utama/satu–satunya sumber pelajaran. Guru di sini memiliki kemampuan mutlak, dan siswa mengikuti apa saja yang diberikan oleh guru–gurunya tanpa membantah. Inilah ilustrasi proses pembelajaran yang sangat “ kuno .”
2)       Guru mempergunakan alat bantu, yang pemanfaatannya hanya tergantung pada guru itu. Alat bantu tersebut dipakai kalau guru merasa perlu saja.
3)       Guru memanfaatkan dan ‘membagi tugas‘ dengan alat peraga/media pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran. Seakan–akan 50% guru memberikan pembelajaran dan 50% harus dicari dari alat peraga/ media.
c.       Pola pembelajaran dengan Media/Sumber Belajar .
Guru hanya sebagai tutor/pembantu yang bertugas memberikan penjelasan yang diperlukan oleh siswa, dan media/sumber belajar sebagai sumber utamanya. Siswa harus betul–betul mempelajari sumber belajar secara serius dan mandiri.
d.      Model pembelajaran dengan media/sumber belajar sebagai satu–satunya penyaji pembelajaran.
Dalam hal ini guru tidak diperlukan lagi karena media/sumber belajar tersebut sudah cukup lengkap. Misalnya penggunaan CD ROM dan internet. Model seperti ini masih belum memasyarakat di Indonesia, sehingga hanya sebagian kecil yang menerapkannya misalnya Homeschooling dan hanya beberapa di sekolah kategori unggulan.

D. Penutup
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1). Hal inilah yang mendasari pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Hal ini sangat sesuai untuk pendidikan dasar.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS Terpadu, materi pelajaran Sejarah adalah model Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning. Dipilihnya model pembelajaran ini dikarenakan di dalam kegiatan belajar mengajar terjadi proses demokrasi, siswa berperan lebih aktif, menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.
Pembelajaran/pengajaran kontekstual   merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan   (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan konteks lainnya.
Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat;
1.      Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2.      Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas.
3.      Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative)
Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ingat prinsip-prinsip belajar; belajar untuk memperoleh pengethuan (learning to know), untuk dapat berbuat/bekerja (learning to do), untuk menjadi orang yang berguna (learning to be), untuk hidup bersama dengan orang lain         (learning to live together).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama.2007. Materi Sosialsisi KTSP. Palangka Raya
Depdiknas Dirjen Dikti.2005. Pengembangan Model-model Pembelajaran Berbasis Kompetensi
                  Buku 1 dan Buku 2
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mialaret, Gaston.1993. Hak Anak-Anak Untuk Memperoleh Pendidikan, Jakarta: Balai Pustaka
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 2007. Profesi Keguruan, Jakarta ; Rineka Cipta
Wijaya, Cece dan Djajuri Djadja. 1992. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran.
                   Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Rounded Rectangle: Biodata Penulis
Nama : Isti Nurhayati NIP. 150276980 Pendidikan: S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Alumni : Universitas Sarjana Wiyata (Taman Siswa) Yogyakarta tahun lulus 1993.  Pekerjaan  : Guru Bahasa Indonesia MAN Model Palangka Raya.
 

0 komentar:

Posting Komentar